reiko-mochizuki

Seniman Jepang Memadukan Musik Etnik dan Modern

Seniman Jepang Memadukan Musik Etnik dan Modern – Di blantika musik dunia, Jepang sangat maju dengan industri musiknya yang mencakup produsen peralatan musik berteknologi canggih (Yamaha, Panasonics, Roland dan sebagainya). Penyanyi, grup vokal boysband atau girlsband yang tersohor di seantero bumi. Sedangkan di budaya musik, Jepang adalah negara yang sangat mampu ‘mengawinkan’ musik etnisnya dengan musik modern, salah satu contoh seniman Jepang yang mendunia dengan kemampuan tersebut adalah Kitaro.

Seniman Jepang Memadukan Musik Etnik dan Modern

Hal berbeda justru terjadi pada seniman kita, terutama penggiat seni musik tradisional. Eksistensinya semakin memudar seiring berjalannya waktu, dikarenakan minat kawula muda kepada musik modern jauh lebih besar. http://www.shortqtsyndrome.org/

“Seperti Jepang, mereka telah berhasil mengkombinasikan musik etniknya dengan musik modern. Sesuatu yang tidak ditemukan dengan seniman kita,” kata Martina Silaban, Koordinator Bimbingan Edukasi Museum Negeri Sumut kepada Medan Bisnis, Selasa (29/10). https://www.benchwarmerscoffee.com/

Martina mengatakan, penghayatan para seniman Jepang dalam memainkan musiknya juga dapat dirasakan oleh penonton. Hal ini, sebut Martina dikarenakan penghayatan orang Jepang pada kebudayaanya jauh lebih tinggi ketimbang penghayatan orang Indonesia pada seni kebudayaannya sendiri.

“Apakah kita bisa seperti itu? Dengan melekatkan musik tradisional terhadap musik modern Jepang juga berhasil menghayati musiknya itu. Kalau kita malah hanya menyukai musik-musik yang sama sekali tidak memiliki akar budaya dengan kita,” sebutnya.

Untuk itu, beranggapan pentingnya pemahaman akan budaya tradisional yang ada di Indonesia, terutama seni tradisionalnya. Karena dengan pemahaman, kreatifitas untuk mampu melahirkan kombinasi atas musik modern dan tradisional akan bisa dilahirkan. “Peran orang tua dalam mengenalkan seni budaya tradisional besar pengaruhnya,” ujarnya.

Sementara itu, Jefri Cepot gitaris Blame To Weakness mengatakan kebiasaan dalam mendengarkan musik luar menciptakan minat orang Indonesia ke musik tradisional cenderung minim. Di samping sejarah Jepang sebagai negara fasis membuat kecintaan pada negaranya jauh lebih tinggi. “Kecintaan orang Jepang pada negaranya itu yang terwujud dalam seni musik,” ujarnya.

Namun, secara pribadi Jefri mengaku sangat berminat untuk turut mengkombinasikan musik tradisional yang ada di seluruh Indonesia dengan musik modern kontemporer. Namun, sejumlah kendala menyebabkan dirinya hingga kini belum bisa membangun kelompok musik yang bisa memadukannya.

“Kendalanya selain materi, sangat sulit untuk mencari orang-orang yang sepemahaman dalam bermusik. Padahal dengan mengkombinasikan kedua musik itu kita juga turut mengangkat nilai seni budaya kita yang sudah terlupakan. Tapi memang belum ada kesempatan saja,” jelasnya.

Tidak jauh berbeda, Ahyar gitaris Band Zigzag mengatakan bahwa sebenarnya saat ini sudah ada beberapa musisi Medan yang mencoba untuk mengkolaborasikan kedua musik itu. Tetapi jumlahnya memang tidak banyak karena sulitnya mengaransemen kombinasi musik tradisional dengan modern itu.

“Selain itu, masih tingginya gengsi kaula muda untuk mengangkat nuansa musik tradisional juga menyebabkan musisi Medan sangat minim untuk mengusungnya. Tapi bagusnya saat ini sudah ads beberapa musisi Medan yang mencoba mengkolaborasi musik itu, salah satunya ada di panggung Indie Medan,” pungkasnya.

Perkenalkan musik tradisional jepang dalam rangka memperingati hubungan diplomatis antara Indonesia-Jepang yang telah berlangsung selama 55 tahun dan 40 tahun persahabatan ASEAN-Jepang, Konsulat Jendral Jepang di Medan menggelar konser musik tradisional Jepang melalui pertunjukan musik dari “WASABI” sebagai salah satu grup musik instrumen tradional asal Jepang.

Seniman Jepang Memadukan Musik Etnik dan Modern

Grup musik instrumen tradisional asal Jepang yang beranggotakan empat orang personel yaitu Ryoichiro Yoshida sebagai pemain tsugaru-sahamisen (gitar bersenar tiga), Himaru Motonaga sebagai pemain Shakuhaci (suling khas Jepang), Shin Ichikawa sebagai pemain koto bass (alat musik petik menyerupai kecapi) dan Nausaburo Biho sebagai pemain taiko (perkusi) tampil memukau di hadapan para pengunjung dari berbagai kalangan seperti siswa sekolah, kelompok yayasan, hingga turis asing dengan aransemen musik yang menghanyutkan.

Membawakan 13 instrumen musik pada konser perdananya di Medan, WASABI juga berinteraksi kepada seluruh penonton dengan mengajak untuk mengikuti beberapa instrumen melalui tepukan tangan sesuai ketukan yang dibunyikan. Dalam konser tersebut WASABI juga memainkan instrumen lagu Bengawan Solo di penghujung konser dan membuat seluruh penonton bersorak memberikan tepuk tangan.

Himaru Motonaga, salah seorang personel WASABI menyempatkan diri menjelaskan kepada penonton arti dari nama grup yang telah berkeliling dunia memperkenalkan musik tradisional jepang itu meskipun dengan cara membaca teks yang telah disediakan pihak panitia. Himaru menjelaskan bahwa WASABI memiliki arti “lirik yang menarik dari Jepang”.

Konjen Jepang, Yuji Hamada yang ditemui Medan Bisnis dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa konser musik instrumen dari WASABI merupakan salah satu cara memperkenalkan instrumen musik sekaligus alat musik Jepang di Medan dalam rangka memperingati hubungan diplomatis Jepang-Indonesia selama 55 tahun dan juga 40 tahun persahabatan ASEAN-Jepang.

“Melalui pertunjukan Konser WASABI kali ini saya sangat mengharapkan hadirin sekalian dapat merasakan tentang ke-jepang-an dan merasa lebih dekat dengan Jepang,” tuturnya. Acara konser musik instrumen WASABI tersebut juga menyedot perhatian siswa-siswi sekolah yang langsung menunggu di depan ballroom tempat diadakannya konser untuk mengantre berfoto bersama sekaligus mendapatkan tanda tangan dari para personel. “Senang sekali, saya suka sama musiknya, apalagi yang main musik ganteng-ganteng,” ujar Ryanti (15) salah seorang siswi  sekolah swasta yang menyaksikan konser WASABI.